Perbandingan Perkembangan pada Masa Remaja dalam Teori Psikologi Barat dengan Teori Psikologi Islam

Rabu, 24 Februari 2010
Judul dari tulisan ini menunjukkan pertentangan antara psikologi barat dengan psikologi islam. Padahal seharusnya psikologi barat dipertentangkan dengan psikologi timur. Sedangkan psikologi islam diperbandingkan dengan psikologi kristen dan agama lainnya.

Menurut Dr. H. Abdul Mujib, M. Ag. dalam karyanya Nuansa-Nuansa Psikologi Islam[1], hal ini biasanya dilakukan karena agama-agama besar biasanya lahir dari dunia belahan timur, termasuk agama Islam. Secara wacana, corak psikologi timur banyak diwarnai oleh teosentris (ilahiyah), sedangkan psikologi barat lebih diwarnai oleh antroposentris (insaniyah).

Perbandingan antara kedua wacana psikologi ini pada akhirnya adalah dari Allah SWT. Psikologi barat mengembangkan pengetahuan dari eksplorasi alam yang berarti hukum alam atau sunnatullah (kauniyah), sedangkan psikologi timur dalam hal ini islam, lebih berpondasi pada qur’aniyah.

Barat atau pun timur, sebenarnya tidaklah bertentangan. Sebab keduanya dari Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 115 :



Artinya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Dilihat dari teori barat atau pun timur, tidaklah penting. Yang penting adalah semuanya disandarkan kepada Allah SWT. Sehingga dilakukanlah pengkajian mengenai perkembangan pada masa remaja menggunakan kedua wacana ini. Namun dalam hal ini terdapat perbedaan istilah maupun makna dalam menerangkan fase perkembangan tersebut.

Menurut psikologi barat, dalam hal ini diterangkan oleh Hurlock (dalam Abdul Mujib, 2002 : 94) terdapat sepuluh fase rentang kehidupan. Fase ke-6 adalah fase puber atau pra-remaja usia 10/12-13/14 tahun. Sedangkan fase ke-7 adalah fase remaja dengan usia antara 13/14-18 tahun. Tugas-tugas perkembangan pada masa ini adalah mencari hubungan dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan, mencapai peran sosial, menerima keadaan fisik dan menggunakannya, berperilaku sosial bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional, persiapan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, dan memperoleh perangkat nilai dan sistem etis.

Fase ini sering kali sebut sebagai fase sensitif yang berpengaruh besar sebagai peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perubahan fisik selalu menjadi tolak ukur yang paling sering digunakan untuk menandai fase ini. Dikenal istilah pubertas untuk mengambarkan konsep perubahan fase ini. Kata pubertas berasal dari bahasa Latin “pubescere” yang artinya menjadi berbulu[2].

Pada remaja laki-laki, awal dari fase pubertas ditandai dengan spermanche atau ejakulasi pertama yang terjadi karena mimpi basah atau masturbasi. Sedangkan pada remaja perempuan, awal dari fase pubertas ditandai dengan menarche atau menstruasi pertama. Perubahan pada biologis ini tidak hanya berpengaruh terhadap fisik namun juga secara universal mempengaruhi kognitif dan sosial individu. Hakekatnya, perubahan ini terjadi secara kontinuitas dan diskontinuitas[1].

Sementara itu, dalam psikologi islam, tidak ditemukan istilah pubertas. Sebagaimana yang diterangkan dalam Al-qur’an surat Ar-Rum ayat 54 :



Artinya : Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.

Dari ayat di atas dapat disimpulkan terdapat tiga fase kehidupan yaitu: (1) fase kanak-kanak (al-thifl), fase seseorang lemah atau bayi (2) fase baligh, fase seseorang menjadi kuat dan dewasa (3) fase usia lanjut, kondisi tubuh kembali melemah.

Fase yang mendekati maknanya dengan pubertas adalah fase baligh. Individu yang telah mencapai fase baligh telah diberi tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial. Fase ini diperkirakan mulai dari usia 12-15 tahun. Sebagaimana yang terdapat dalam hadist berikut ini :

“Dari Ibn Umar ra, dia berkata : “Aku menghadap Rasulullah SAW. untuk ikut serta dalam pasukan perang. Ketika itu aku masih berusia empat belas tahun. Namun Rasulullah SAW menoloak aku. Pada tahun berikutnya, aku kembali mengajukan diri untuk ikut dalam pasukan perang. Ketika itu aku sudah berusia lima belas tahun, maka beliau pun menerimaku.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Thurmudhi, dan an Nasa’i).

Dalam hadist yang lain diterangkan :
Diriwayatkan dari Ath-Thiyah Al-Qurazhi, dia berkata “ Kami telah dihadapkan kepada Nabi SAW. pada hari perang Bani Quraizhah. Barang siapa yang telah tumbuh (rambut kemaluannya), maka dia dibunuh. Dan barang siapa yang belum tumbuh (rambut kemaluannya), maka dia akan tetap hidup. Dan aku merupakan salah seorang dari mereka yang dibiarkan hidup. “ (at Turmudhi dan an Nasa’i).

Adapun tugas perkembangan dari fase baligh adalah : (1) memperdalam ilmu pengetahuan (2) mengintegrasikan nilai-nilai keimanan dalam kehidupan pada siapapun (3) memiliki tanggung jawab penuh terhadap semua yang diperbuat (4) menahan diri dari perbuatan keji dan mungkar lalu menyuburkan perbuatan baik di dalam diri (5) menikah jika telah memiliki kemampuan (6) membina keluarga sakinah (7) mendidik anak-anak[2].

Meskipun terdapat perbedaan tugas perkembangan pada individu di fase pubertas atau baligh, namun terlihat persamaan pada tanda-tanda biologis yang dijadikan standar perubahan pada fase ini. Selain itu, masing-masing pandangan memberikan penjabaran yang lebih menonjol di satu sisi dan sedikit lemah di sisi lain. Kekurangan dari satu wacana dapat dilengkapi oleh wacana yang lain. Pada dasarnya masalah-masalah qur’aniyah melengkapi masalah-masalah kauniyah. Begitu pula sebaliknya. Sebagaimana diterangkan dalam awal tulisan ini. Pengkajian lebih mendalam dari keduanya tentu akan menghasilkan teori yang jauh lebih kuat. Khususnya bagi masalah-masalah remaja. Sehingga dapat diaplikasikan sebagai pemecahan terhadap berbagai masalah yang kini marak terjadi dikalangan remaja.

Jakarta, 21 Februari 2010

[1] Abdul Mujib, M. Ag dan Jusuf Mudzakir, M. Si. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta : Rajawali Pers. 2002. Hal. XV – XVI.
[2] Aliah B. Purwakania. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2008. Hal. 109
[3] John W. Santrock. Perkembangan Masa Hidup. (terjemahan dari Life-Span Development, penerjemah Achmad Chusairi dan Drs. Juda Damanik, M.S.W.). Jakarta : Erlangga. 1995. Hal. 15
[4] Abdul Mujib, M. Ag dan Jusuf Mudzakir, M. Si. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta : Rajawali Pers. 2002. Hal.107
 

Browse

Pengikut